Badak
Badak; Badak merupakan lima spesies hewan dari famili Rhinocerotidae, ordo Perissodactyla yang kesemuanya berasal dari Afrika atau Asia. Badak ini salah satu binatang yang cukup gagah dan tangguh.
Ini kami membawa info mengenai keunikan tentang Badak
Spesies badak diyakini telah ada di muka bumi sejak jaman tertier (65 juta tahun yang lalu), satu masa dengan dinosaurus yang telah punah, Pada masa itu, diperkirakan terdapat 30 jenis badak di dunia. Saat ini hanya tersisa lima spesies badak saja, dengan dua diantaranya terdapat di Indonesia yaitu badak sumatera dan badak jawa yang sama-sama terancam kepunahan.
Badak jawa (Rhinoceros sondaicus) merupakan spesies badak yang paling langka diantara lima spesies badak yang ada di dunia dan masuk dalam Daftar Merah Badan Konservasi Dunia IUCN, yaitu dikategorikan sangat terancam ataucritically endangered, ”satu tingkat saja dibawah kepunahan.”
Sejak sepupu badak jawa terakhir yang ada di Taman Nasiona Cat Tien, Vietnam dikabarkan terbunuh oleh pemburu pada tahun 2010, maka saat ini badak jawa hanya berada di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) yang berada di ujung barat selatan pulau Jawa.
Badak jawa sendiri secara hukum merupakan satwa yang dilindungi di Indonesia. Pada tahun 1910 badak jawa sebagai satwa liar secara resmi telah dilindungi Undang-Undang oleh Pemerintah Hindia Belanda, sehingga pada tahun 1921 berdasarkan rekomendasi dari The Netherlands Indies Society for Protection of Nature, pemerintah Belanda menyatakan habitat badak di Ujung Kulon sebagai kawasan Cagar Alam.
Berikut terangkum dari berbagai sumber, Mongabay Indonesia menyajikan fakta unik dan menarik tentang badak jawa dan lingkungan tempat hidupnya:
1. Dulu Tersebar di Wilayah yang Luas
Nama ilmiah badak jawa adalah Rhinoceros sondaicus; dari bahasa Yunani “rhino”, yang berarti “hidung” dan “ceros” yang berarti “cula”. Sondaicus diambil dari kata “Sunda,” wilayah Jawa bagian barat. Juga mengindikasikan rangkaian kepulauan Sunda Besar yang meliputi wilayah kepulauan Indonesia di bagian barat seperti Sumatera, Kalimantan, Jawa hingga kepulauan Sunda Kecil yaitu Nusa Tenggara.
Di masa lalu, badak jawa dipercaya tersebar di Asia Tenggara, Sumatera hingga ke Jawa. Individu terakhir yang ada di luar TNUK di Jawa ditembak mati oleh pemburu di Tasikmalaya pada tahun 1934. Saat ini spesimennya dapat dilihat di Museum Zoologi Bogor. Inilah satu-satunya spesimen utuh badak jawa yang dapat dilihat oleh pengunjung.
Hingga sekarang masih banyak nama-nama daerah di Jawa bagian barat yang bernama “badak” yang mengindikasikan dahulu terdapat badak di wilayah tersebut.
2. Kulit dan Mitos di Sekitar Cula Badak
Kulit badak jawa memiliki semacam lipatan sehingga tampak seperti memakai tameng baja. Memiliki rupa mirip dengan badak india namun tubuh dan kepalanya lebih kecil dengan jumlah lipatan lebih sedikit. Bibir atas lebih menonjol sehingga bisa digunakan untuk meraih makanan dan memasukannya ke dalam mulut. Badak termasuk jenis pemalu dan soliter (penyendiri).
Badak jawa memiliki satu cula (spesies lain memiliki dua cula). Culanya adalah cula terkecil dari semua badak, panjangnya antara 20cm hingga 27cm. Badak jawa jarang menggunakan culanya untuk bertarung, tetapi menggunakannya untuk memindahkan lumpur di kubangan, atau untuk menarik tanaman agar dapat dimakan dan membuka jalan rintisan melalui vegetasi tebal.
Tidak ada hubungannya antara cula badak dengan mitos obat kuat. Cula badak terbuat dari bahan keratin yang mengeras, identik dengan tanduk atau kuku kerbau atau sapi.
3. Perkembangbiakannya Lambat
Sejak beberapa tahun belakangan hasil sensus badak di Ujung Kulon menunjukkan jumlah yang ajek. Beberapa hasil camera trap menunjukkan anak badak yang tertangkap kamera bersama induk betinanya. Namun demikian, tingkat reproduksi badak jawa tergolong lambat; betina melahirkan satu dalam interval 4-5 tahun, setelah masa kehamilan selama 15 hingga 16 bulan. Apalagi, badak jawa adalah spesies yang menghabiskan sebagian besar waktunya dengan menyendiri. Usia rata-rata badak ini adalah antara 40 tahun hingga 45 tahun.
Hasil monitoring badak Jawa tahun 2013 di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) melalui rekaman kamera pengintai diperkirakan jumlah populasinya 58 individu.
4. Badak adalah Makhluk Herbivor
Badak jawa dewasa berbobot 900 – 2300 kg , dan diperkirakan makan 50kg makanan per hari! Badak jawa adalah hewan herbivora dan makan bermacam-macam spesies tumbuhan, terutama tunas, ranting, daun-daunan muda dan buah yang jatuh. Kebanyakan tumbuhan disukai oleh spesies ini tumbuh di daerah yang terkena sinar matahari. Masalah terbesar yang ada di Ujung Kulon, sebagian pakan badak serupa dengan banteng (Bos javanicus) yang menyebabkan mereka harus berkompetisi mendapatkan makanan.
Masalah lain adalah persebaran palma invasif langkap (Arenga obtusifolia) sejenis aren yang cepat berkembang biak di hutan rawa dan dataran rendah lewat biji yang disebarkan oleh musang. Langkap telah menggantikan vegetasi yang merupakan pakan badak. Diperkirakan langkap telah menginvasi 30 persen dari luas semenanjung Ujung Kulon. Hingga saat ini belum ada cara efektif untuk mencegah perkembangan langkap.
5. Tidak Memiliki Predator
Kecuali pemburu, maka secara alami badak jawa tidak memiliki predator. Badak jawa dewasa tidak memiliki hewan pemangsa sebagai musuh. Badak jawa biasanya menghindari manusia, tetapi dapat balik menyerang jika merasa terganggu. Karena sifatnya yang soliter hidup di hutan tropis yang lebat dan kelangkaannya, penelitian tentang badak jawa minim dibandingkan dengan satwa lain. Peneliti menggunakan kamera dan sampel kotoran untuk mengukur kesehatan dan tingkah laku mereka.
Badak jawa sendiri memiliki indera pendengaran dan penciuman yang tajam, namun indera penglihatan yang hanya memiliki jarak pandang terbatas. Satwa ini tak jarang menjadi agresif jika bertemu dengan manusia di hutan.
6. Ancaman Lain Diluar Perburuan
Dalam beberapa dekade terakhir di Ujung Kulon, berkat penyadaran kepada masyarakat dan sosialisasi, tidak ada lagi perburuan badak. Tetapi bukan berarti badak jawa telah aman di habitatnya. Taman Nasional di sebelah timur berbatasan dengan perkampungan masyarakat yang umumnya memelihara ternak. Dengan model pelepasanliaran kerbau milik masyarakat untuk mencari makan, ini akan menyebabkan potensi penyebaran dan penularan penyakit dari hewan ternak ke satwa liar menjadi tinggi.
Salah satu penyakit hewan yang paling mematikan adalah anthrax yang mudah tersebar di kalangan hewan ternak. Saat ini pihak otoritas dibantu kalangan aktivis mencoba memberikan tingkat penyadaran kepada masyarakat yang tinggal di sekeliling taman nasional, sekaligus mencari solusi untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.
7. Wacana Habitat Kedua
Habitat tunggal badak jawa di TNUK sangat riskan terhadap berbagai pengaruh faktor gangguan manusia maupun alam. Faktor alam yang paling diperhitungkan adalah erupsi vulkanik gunung Krakatau seperti yang pernah terjadi tahun 1883 di Selat Sunda, maupun jika terjadi dampak tsunami.
Saat ini sedang dipersiapkan habitat kedua bagi badak jawa karena daya dukung TNUK terhadap populasi badak saat ini dianggap sudah maksimal. Penelitian awal WWF mengidentifikasi habitat yang cocok, aman dan relatif dekat adalah TN Halimun Salak. Jika habitat kedua telah dianggap cocok dan baik, para peneliti dan aktivis berharap badak yang sehat, baik dan memenuhi kriteria dari Ujung Kulon dapat dipindahkan ke wilayah yang baru.
Terimakasih telah membaca artikel kami semoga bermanfaat
Comments
Post a Comment